Ilmu Komunikasi

MENEJEMEN ISU DAN KOMUNIKASI KRISIS

02.47.00Rafles Abdi Kusuma, S.Ikom, M.A

MENEJEMEN ISU DAN KOMUNIKASI KRISIS

           Pada pembahasan ini, penulis mencoba menjelaskan materi mengenai manajemen isu dan komunikasi krisis. Sebagai seorang individu yang berperan menjadi pimpinan atapun staff dari sebuah perusahaan (korporat) tentunya perlu memahami bagaimana melaksanakan manajemen isu dan komunikasi pada saat krisis. Sebuah isu yang berkembang disekitar lingkungan kerja dan terjadinya krisis adalah dua hal yang terpisah dan berbeda intrepretasi namun saling berkaitan. O’Brien menjelaskan keterkaitan antara dua hal ini dalam suatu kasus yang dihadapi klien ; ketika ada suatu isu bagaimana penjualan dapat terpengaruh, bagaimana karyawan pada perusahaan dapat terpengaruh jika penjualan menurun, bagaimana cara berhadapan dengan karyawan yang menyangkut mereka ketika produk yang dibuatnya menyebabkan kerugian untuk orang lain dan seterusnya. O’Brien mendeskripsikan bahwa Management isu ialah sebuah situasi yang lebih spesifik atau pada persepsi isu yang belum terjadi namun berpotensi berdampak negatif pada jangka panjang keberlangsungan organisasi. Sedangkan komunikasi krisis ialah biasanya dipusatkan pada kondisi yang lebih spesifik atau berkembang pada kondisi yang “mungkin atau tidak mungkin” terjadi, tetapi akan tetap mengancam keberlangsungan bisnis ataupun organisasi. Kedua hal tersebut pada tingkat top managerial perlu dilatih secara sistematis untuk membuat strategic action plan pada perusahaan atau organisasi yang dinaunginya. Laurent F. CARREL (2004) pada bukunya Leadership in Krisen, menggaris bawahi kemampuan membuat strategic action pada modal utama yaitu : Pendidikan dan Pelatihan adalah kunci utama dalam rangka Mempersiapkan untuk menghadapi krisis. Fokusnya adalah pada persiapan secara mental untuk situasi kritis. Secara sistematis mengunakan (diperlukan) tingkat pendidikan yang lebih tinggi, pengetahuan dan pengalaman individu, pengelompokan atau pengumpulan fokus krisis mengenai perilaku di dalam krisis, serta dilakukan perawatan dan pengembangan. Selama menghadapi krisis, ibarat perilaku untuk melunasi hutang dengan banyak cara, terutama ketika pengorganisasian sudah berjalan dengan cara yang benar dari awal, maka efisiensi pengelolaan (management) prosedural dan institusi dapat diperoleh. 1’ Esensi yang disampaikan diatas adalah diperlukan suatu guideline atau panduan untuk semua level operational di perusahaan agar dapat mengurangi risk management (resiko perusahaan) yang merugikan lingkungan internal dan eksternal. Sehingga keberlangsungan perusahaan tetap terjaga dan terawat dengan baik. Hal tersebut penting karena perusahaan yang beroperasi dalam dunia modern mempunya pilihan monumental yang harus diambil.2’ Setiap karyawan pada suatu korporat haruslah menyadari pilihan bahwa sebenarnya bisnis, masyarakat dan lingkungannya tidak dapat dipisahkan; bahwa masing-masing lingkungan pengaruh merupakan bagian dari sistem kehidupan yang sama ; bahwa hasil-hasil dalam lingkungan pengaruh juga menciptakan hasil bagi dua lingkungan lainnya ; bahwa jika masyarakat atau lingkungan hidup gagal, bisnis juga akan gagal?. 

MENEJEMEN ISU MENURUT O’BRIEN
             Mengidentifikasi isu dan merespon krisis adalah dua hal yang sangat penting untuk responsibilities dari “corporate communicators” atau pelaku komunikasi korporat. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban tersebut dilandasi pada Guideline sebagai role atau aturan main para pelaku profesional dalam menghadapi dua kondisi tersebut yang penting untuk dipahami dan diterapkan. Namun dalam manajemen isu yang mungkin terkait dengan lingkungan internal dan eksternal perlu diperjelas satu persatu. Adapun kedua lingkungan ini memiliki ruang lingkup tugas dan tanggung jawab yang berbeda-beda dari setiap departemen di perusahaan. Serta ada tahapan yang mesti dipahami sebagai suatu proses yang terintegrasi dalam mengidentifikasi isu dan merespon krisis. O’Brien menekankan hal pertama yang menjadi perhatian ialah menarik audience pertama perusahaan yaitu karyawan. “If you can’t win the support of your own people, how are you going to in the support of those outside the organization?” pada ranah ini merupakan tugas dan tanggungjawab dari HR (human relations) department. Fungsi HR disini ialah mengintegrasikan bermacam management isu yang sifatnya “sangat prinsip” sebagai role untuk audience internal (karyawan). Berbagai contoh isu misalnya expansions market, new product inovations, shifting consumer demand akan berdampak pada efektifitas kerja karyawan. Olehkarena itu HR dituntut untuk menciptakan kemampuan pengorganisasian isu dari setiap audience internalnya. Ketika merumuskan formulasi target Guideline dari suatu Communication Planning tentang kemampuan memenejemen isu, HR harus lebih fokus pada isu dari manajemen strategis dengan mempertimbangan prosedural dan taktikal. Bagan ini adalah ilutrasi yang dapat dilakukan HR dalam meningkatkan kemampuan pengorganisasian isu (Jurnal of Federal Office of Civil Protection and Disaster Assistance (BBK) (2011), Guideline for Strategic Crisis Management Exercises. Provinzialstraße 93, 53127 Bonn. p.6.p.9). Mary Heimstead mengelompokkan flow diatas pada tiga hal yaitu : Risk assessment of issues; Key messages for each issue; Individual (apakah Communication Planning yang dibuat sudah terintegrasi pada audience kunci seperti, investor, karyawan, komunitas dan news media). Langkah yang dilakukan ini akan “meminimalisir” karyawan yang ketika menghadapi isu dan berkomunikasi langsung dengan public “public face” memiliki mental “no comment” yang akan merusak kredibilitas atau reputasi perusahaan. Sheny Devereaux Ferguson menambahkan bagaimana meningkatkan kemampuan bagi karyawan untuk mengontrol isu dalam sebuah Communication Planning yang didasari oleh berbagai faktor yaitu 3’: 1. Lebih memusatkan percaya pada isu yang lebih dapat melawan perubahan 2. Pengaruh terbesar dari lingkungan 3. Dimensi isu terbesar seperti sosial, politik, teknologi, ekonomi, dan hukum. 4. Lebih pada isu yang “ditunggangi” seperti peristiwa terorisme 11 september 5. Kekuasaan dari stakeholders yang menentang pendirian organisasi 6. Jumlah stakeholders terkait dari isu tersebut 7. Lebih mengkelompokkan stakeholders O’Brien menjelaskan bagaimana proses menejemen isu diperlukan untuk memudahkan kita memahami kompleksitas tersebut diatas dengan : 1. Identifikasikan isu yang dapat mempengaruhi organisasi 2. Lakukan riset atau penelitian dengan survey, focus gruops,turun kelapangan dan bicara langsung dengan masyarakat 3. Analisakan pengaruh dari persepsi dan perilaku 4. Identifikasikan pesan kunci dan pola komunikasi 5. Implementasikan dalam program komunikasi 

MENEJEMEN ISU MENURUT W. HOWARD CHASE
        Istilah “manajemen isu” dipopulerkan oleh W. Howard Chase (1976) menjadi kajian public relations. Diawal perkembangannya merupakan upaya untuk mengidentifikasikan strategi yang dibutuhkan perusahaan untuk menghadapi upaya yang dilakukan kelompok kepentingan atau aktivis yang berupaya menekan pemerintah atau pejabat berwenang agar lebih mengendalikan aktivitas bisnis perusahaan. Olehkarena itu manajemen isu didefinisikan sebagai cara bagaimana perusahaan menghadapi kritik yang ditujukan publik kepadanya dan lebih diterapkan untuk menghadapi faktor eksternal daripada faktor internal. Memasuki globalisasi dengan perkembangan teknologi dan informasi berdampak pada isu-isu seperti lingkungan bisnis yang lebih dinamis dan berubah drastis serta semakin membuat kritisnya publik perusahaan. Management perusahaan dituntut lebih menyadari bahwa banyak faktor eksternal maupun internal mempengaruhi organisasi. Lebih jauh pihak manajemen perusahaan juga berusaha agar apa yang menjadi penghargaan publik seiring dengan eksistensi perusahaan ditengah lingkungan. Ketika muncul ketidaksesuaian pengertian antara pihak manajemen dan publiknya, maka ini menjadi awal munculnya isu. Definisi Isu oleh Teresa Yancey Crane ialah dapat dikatakan sebagai munculnya kesenjangan antara tindakan perusahaan dan harapan publik (stakeholders). Namun untuk memberikan pemahaman menyeluruh, berikut definisi isu yang dapat didefinisikan dari berbagai sumber 4’: 1. Sebuah isu adalah masalah yang belum terselesaikan dan siap untuk diambil keputusan (W. Howard Chase dan Bary Jones, dalam chase, 1984:38) 2. Isu terjadi ketika sebuah masalah menjadi terfokus pada satu pertanyaan khusus yang bisa mengarah pada pertikaian dan beberapa jenis resolusi (Crable & Vibbert, 1986:62) 3. Isu yang muncul adalah suatu kondisi atau peristiwa, baik internal atau eksternal organisasi, yang jika berlanjut akan memiliki dampak signifikan pada fungsi atau aktivitas organisasi atau pada kepentingan masa depan organisasi (Regester dan Larkin, 2002:31) 4. Isu merupakan perbedaan pendapat yang diperdebatkan, masalah fakta, evaluasi atau kebijakan yang penting bagi pihak-pihak yang berhubungan (Heath dan Coombs, 2006: 262) 

IDENTIFIKASI ISU DAN ANALISIS 
        Sebagai tambahan pemahaman kita, pada chapter 10 tentang issues management and public affairs (Joep Cornelissen, 2011:180-181), Howard Chase juga menekankan bahwa isu dan krisis merupakan hal yang berkaitan, ketika sebuah isu kemungkinan juga dapat mengarahkan kepada krisis. Dimana krisis diartikan pada sebuah isu yang tidak hanya memerlukan tindakan terencana tetapi juga bersifat “kondisional” (ada faktor pemicu). Pada grafik ini akan terlihat suatu cara bagaimana menentukan perbedaaan antara isu dan kricis ialah pada bagaimana perkembangan isu berdasarkan analisa waktu yang dapat berpotensi mendapat perhatian media dan publik. 
          Dari grafik dapat dimengerti sebuah proses dimana sesungguhnya banyaknya isu diingkungan bersifat ‘latent” yang dapat menjadi “active” karena media telah turut campur dan karena adanya mobilisasi berbagai kelompok kepentingan (stakeholders) kepada isu tersebut. Pada tahap ini perusahaan harus memonitor dan memantau perubahan dalam lingkungan pada opini publik yang mengarah pada isu latent dan berhubungan dengan stakeholders dari perusahaan. Ketika sebuah isu sudah menjadi penting diranah publik (public domain) maka media akan memainkan peran yang sangat krusial bagi perusahaan. Media akan mengembangkan isu tersebut pada tempat teratas dari perhatian publik yang dapat berpotensi pada organisasi atau perusahaan mengalami tekanan (pressure) sehingga perlu dilakukan action terhadap hal tersebut. Kemudian saat pressure media yang menyebabkan isu tersebut semakin “intense” maka “crisis” akan berdampak penuh terhadap perusahaan sehingga diperlukan tindakan cepat untuk mereduksi resiko yang mungkin muncul lebih parah bagi perusahaan. Secara spesifik model siklus isu versi Joep Cornelissen juga di perjelas oleh Hainsworth dan Meng, berdasarkan empat tahapan yaitu : origin, mediasi dan ampifikasi, organisasi dan resolusi. 5’
           Memahami model siklus dari perkembangan isu dan tekanan yang disampaikan diatas ialah tugas praktisi komunikasi dan penting untuk mengidentifikasi potensi dampak atau tingkat resiko isu. “need to keep an eye on” atau tidak dapat dianggap sepele oleh Public relation sehingga perlu analisa lebih jauh dan dipersiapkan berbagai langkah yang tepat. Menurut Heath dan Combos, kelahiran isu berawal ketika individu atau kelompok mengalami hambatan (strain). Tahapan siklus isu disini lebih memfokuskan pada isu yang memiliki potensi negatif bagi organisasi. Proses dimulai saat “hambatan Isu” terjadi ketika seseorang percaya bahwa ada permasalahan yang muncul. Begitu hambatan terjadi, “mobilisasi isu” mulai berjalan. Pada tahap ini, beberapa individu atau kelompok menjadi aktif. Mereka berkomunikasi di antara mereka, dengan organisasi yang diduga melakukan kerusakan lingkungan, dan media untuk meningkatkan kesadaran publik melalui tekanan agar merubah kebijakan organisasi. Selanjutnya “konfrontasi” terjadi ketika tekanan semakin mengemuka. Tekanan ini bisa muncul dalam pertemuan-pertemuan dengan pimpinan organisasi yang diduga melakukan kerusakan. Hal ini berdampak pada meningkatnya liputan media untuk menarik perhatian umum terhadap isu dan memperluas kesadaran terhadap isu. Pada tingkat ini pendekatan advokasi yang digunakan oleh kelompok aktivis berupaya memperluas dan memperdalam perasaan publik terhadap isu. Konfrontasi juga bisa mengarahkan kelompok dan organisasi yang bertikai pada tingkat pengadilan. Hingga pada titik tertentu, pihak-pihak yang bertikai tersebut melakukan negosiasi. Manajemen isu yang cerdas berupaya mencapai tahapan ini secepat mungkin untuk menemukan cara menyatukan kepentingan dan mencapai hasil yang memperbaiki atau membangun hubungan yang saling menguntungkan. Upaya komunikasi (resolusi) ini adalah menciptakan makna yang mengarah pada harmoni atau keselarasan di area konflik. Efektifitas resolusi adalah ketika kelompok kepentingan (stakeholders) yang penting dalam isu ini dan publik kepada organisasi dapat diukur berdasarkan empat kategori, yaitu: 1. Problematic stakeholders/publics : posisi stakeholders/publics dikategorikan pada “kelompok penentang” dengan kekuatan yang tidak begitu kuat untuk menekan organisasi. Misalnya : praktis ataupun aktivis dan media. 2. Antagonistic stakeholders/publics: posisi stakeholders/publicsi dikategorikan pada “kelompok penentang” dengan memegang kekuasaan yang dapat memberi pengaruh lebih pada organisasi. Misalnya : pemerintah ataupun legislatif 3. Low priority stakeholders/publics : posisi stakeholders/publicsi dikategorikan pada “kelompok pendukung” yang dengan kekuatannya berada diposisi strategis namun relatif tidak begitu penting berpengaruh terhadap organisasi saat isu berkembang di ranah publik (public domain). Misalnya : peneliti 4. Supporter stakeholders/publics : dikategorikan pada “kelompok pendukung” yang penting terhadap organisasi dalam hal kekuasaan dan pengaruhnya. Misalnya : karyawan dan pemegang saham. Setelah melakukan analisa isu terhadap perkembangan isu yang melibatkan tiap stakeholder atau publik, M.C Healy mengembangkan kerangka kerja dari siklus isu kedalam empat tahapan proses terjadinya isu dan stakeholder atau publik yang terlibat, yaitu: emergence, debate, codification, enforcement. 
LANGKAH – LANGKAH PENGENDALIAN DAN PENGELOLAAN ISU 
         US Public Affairs Council (Regester & Larkin, 2003:44-46) menyatakan bahwa fungsi-fungsi yang dibutuhkan bagi manajemen isu adalah pengidentifikasian berbagai isu dan tren, mengevaluasi dampak mereka dan menempatkan prioritas, menetapkan posisi suatu perusahaan, merancang tindakan dan respon dari perusahaan untuk membantu mendapatkan posisi tersebut serta mengimplementasikan rencana. Fungsi-fungsi ini harus ada secara konstan dan terintegrasi serta terfokus pada tugas utama yakni membantu organisasi, melalui manajemennya. Kunci dari tugas-tugas tersebut adalah merencanakan, memonitor, menganalisa dan mengkomunikasikan. Heath & Cousino mengidentifikasikan empat kebutuhan fungsi umum agar sebuah perusahaan dapat memaksimalkan posisinya serta memelihara lingkungan kebijakan publiknya secara positif, dengan sebuah fokus utama yakni memperhatikan hubungan dengan para stakeholder-nya: a. Perencanaan dan operasi yang cerdas. b. Pertahanan yang kuat dan penyerangan yang cerdas. c. Getting the house in order. d. Mengeksplorasi landasan. Model proses manajemen isu pada prinsipnya merupakan alat untuk mengidentifikasi, menganalisis, membuat skala prioritas, menentukan respon dan evalusi atas konsekuensi-konsekuensi dari perubahan lingkungan eksternal dan internal terhadap aktivitas organisasi. Namun penggunaan model manajemen isu juga meliputi perencanaan kebijakan publik ke dalam setiap unit operasional organisasi, kewenangan membuat keputusan dan keahlian mereview dan mengevaluasi isu. Oleh karena itu, akan lebih baik jika ada tim manajemen isu selain praktisi PR juga melibatkan senior manager dan mendekatkan proses kerja tim pada shareholders perusahaan. Dalam manajemen isu, terdapat langkah – langkah yang harus dilaksanakan agar pelaksanaan manajemen tertata dan berjalan sesuai tujuan. Chase & Jones menguraikan langkah –langkah tersebut sebagai berikut (Regester & Larkin, 2003:59-60; Chase, 1984:38-68; Harrison, 2001): 
1. Identifikasi Isu Merupakan proses untuk membandingkan tren yang terjadi di dalam organisasi dengan kinerja perusahaan. Setiap gap yang bisa menimbulkan isu, harus didokumentasikan, dikategorisasikan dan dilaporkan. 
2. Analisis Isu Analisis isu adalah menentukan isu berdasarkan urgensinya dan dampaknya. Setelah isu yang muncul diidentifikasikan dan diprioritaskan, tahap kedua dimulai. Tujuannya adalah menentukan asal isu tersebut yang sering kali sulit karena biasanya isu tidak muncul hanya dari satu sumber saja. 
3. Pilihan Strategi Perubahan Isu Merupakan tahap yang melibatkan pembuatan keputusan – keputusan dasar tentang respons organisasi. Terdapat tiga pilihan untuk menghadapi perubahan tersebut, yaitu: 
a. Strategi Perubahan Reaktif ; Dalam strategi perubahan reaktif, perusahaan hanya akan bereaksi jika muncul isu – isu yang memojokkan atau kurang menguntungkan bagi citra perusahaan. Artinya perusahaan tidak memiliki persiapan dan strategi jangka panjang dalam menghadapi isu. 
b. Strategi Perubahan Adaptif ; Strategi ini menyarankan pada keterbukaan perusahaan terhadap isu yang berkembang. Hal ini memerlukan kesadaran perusahaan bahwa isu tidak bisa dihindari. Pendekatan ini berlandaskan pada perencanaan untuk mengantisipasi perubahan serta menawarkan dialog konstruktif untuk menemukan sebuah bentuk kompromi dalam menangani setiap isu yang beredar. 
c. Strategi Respon Dinamis ; Respon dinamis bertujuan untuk mengantisipasi dan membantu proses pengambilan keputusan agar sesuai dengan kepentingan publik. Strategi ini memberikan arahan bagaimana berkampanye melawan isu. Pendekatan ini menjadikan organisasi sebagai polopor pendukung perubahan. 

          Sementara itu, Bucholz (1984) mengidentifikasikan empat kemungkinan respon terhadap isu kebijakan publik sebagai berikut : 
1. Reaktif – Melawan perubahan 
2. Akomodatif – mengadaptasi perubahan 
3. Proaktif – mempengaruhi perubahan 
4. Integratif – menyesuaikan diri terhadap perubahan 
5. Program Penanganan Isu Pada fase ini organisasi harus memutuskan kebijakan yang mendukung perubahan yang diinginkan untuk membuat program penanganan isu. Tahap ini membutuhkan koordinasi sumber daya untuk menyediakan dukungan yang optimal agar tujuan dan target tercapai. Perencanaan program cenderung akan mengembangkan strategi hanya untuk keadaan masa depan yang “paling mungkin atau mungkin” karena organisasi dihadapkan pada semua kemungkinan dari isu yang ada. 
6. Evaluasi Hasil Setelah semua tahapan di atas, akhirnya dibutuhkan sebuah riset untuk mengevaluasi bagaimana implementasi program yang dilakukan. Semakin lama isu berkembang, semakin sedikit pilihan yang tersedia dan semakin mahal biayanya (Regester & Larkin, 2003). 

PROSES PENGENDALIAN DAN PENGELOLAAN ISU 
         Proses tambahan bagi model proses manajemen isu yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat dipetakan untuk menggambarkan peran pembuatan keputusan manajemen pada setiap fase (Regester & Larkin, 2003:99-102): a. Fase Kesadaran Di sini, penekanan dalam tim manajemen adalah pada mendengarkan dan mempelajari. Mereka yang terlibat harus terjaga, terbuka, rendah hati, penasaran serta tertantang. Latar belakang informasi dan riset harus digunakan selengkapnya serta mengadakan pemonitoran infrastruktur. b. Fase Eksplorasi Tahap ini mengindikasikan urgensi yang meningkat terhadap pentingnya isu. Tanggung jawab khusus harus dibagikan, kesadaran organisasi ditingkatkan dan proses analisa serta pembentukan opini dimulai. Suatu gugus tugas dapat dibentuk untuk memudahkan alokasi tanggung jawab. Berikut adalah karakteristik contoh gugus tugas: 
1. Senioritas untuk mengambil keputusan, mengalokasikan sumber serta mengarahkan implementasi program. 
2. Ukuran disiplin direpresentasikan dan akses yang sesuai atas informasi untuk tujuan pengambilan keputusan. 
3. Akses yang mudah untuk mengatur rapat serta ‘jaringan’ informasi; fleksibilitas dan informalitas dalam metode bekerja. 
4. Kemampuan untuk mengkombinasikan keahlian analitis dan kreatif dengan tindakan serta pengambilan keputusan yang terfokus dan cepat. 
5. Meminimalisir arus kertas untuk menghindari birokrasi, respon yang lamban serta kebocoran informasi yang sensitif. Kesadaran yang lebih luas atas issue tersebut di dalam perusahaan ditingkatkan pada tahap ini dan analisis serta proses pembentukan opini dimulai. 

c. Fase Pembuatan Keputusan Pada tahap ini perusahaan harus mempertimbangkan tindakan. Tim manajemen harus mengukur dan memutuskan secara objektif terhadap beberapa alternatif yang diperlihatkan seraya mendorong pemikiran yang luas dan kreatifitas dalam memformulasikan suatu rencana tindakan. 
d. Fase Implementasi Tahap ini melibatkan pengambilan langkah-langkah yang sesuai untuk membuat keputusan manajemen dilaksanakan. 
e. Fase Modifikasi Pengukuran dan evaluasi dari tindakan yang tengah dijalankan serta hasilnya, sehingga penyesuaian atau perbaikan terhadap rencana tindakan dapat dibuat. 
f. Fase Penyelesaian Tahap ini adalah periode relaksasi yang harus menurunkan tingkat keterlibatan manajemen senior. Kegiatan kunci melibatkan delegasi yang sesuai dan menjamin implementasi atas perubahan yang dihasilkan manajemen dalam organisasi. Manajemen isu yang efektif dapat membantu membangun manfaat dan penjualan yang kompetitif, terutama dalam pasar yang baru; juga dapat membantu mengeksploitasi kesempatan atau melindungi kebijakan organisasi ketika terdapat potensi bagi perubahan sosial yang penting. 
           
           Tekanan-tekanan dari pasar yang dinamis, kegiatan kompetitor serta ketersediaan sumber daya dapat menyulitkan dalam mengantisipasi, memulai atau merencanakan berbagai isu penting. Kerry Tucker & Bill Trumpfheller (Regester & Larkin, 2003:102- 112), juga menetapkan rencana lima langkah untuk membantu mencanangkan sebuah sistem manajemen issue yang telah berhasil dipraktekkan di lapangan: a. Mengantisipasi isu dan menetapkan prioritas Membentuk gugus tugas internal, berdasarkan kerangka pendekatan dalam proses terdahulu merupakan titik awal vital. Sesi pertukaran pikiran dan analisa database harus memfokuskan pada penjawaban pertanyaan-pertanyaan berikut: 
1. Siapa kompetitor langsung dan tak langsung serta faktor sosial atau regulasi apa yang harus kita hadapi? 2. Perubahan apa yang harus kita antisipasi dalam pasar serta dalam lingkungan politis dan sosial yang lebih luas 12 bulan mendatang dan masa-masa ke depan? 
3. Faktor-faktor apa yang mungkin berdampak pada cara kita bekerja? 
4. Peristiwa khusus apa yang mungkin terjadi dan memiliki dampak pada kemampuan kita untuk memelihara dan mengembangkan pasar kita? Sekali isu – isu ini dapat teridentifikasi, kita dapat menempatkan prioritas dan mengambil keputusan tentang berapa lama dan berapa besar sumber daya yang diperlukan untuk mengatasi iau – isu tersebut. 

 b. Menganalisa Isu Kembangkan analisa isu yang singkat dan formal, lihatlah pada kesempatan-kesempatan serta ancaman terhadap serangkaian skenario yang berbeda. Hal ini harus mencakup apa yang terjadi bila isu dibiarkan, serta pengukuran bagaimana khalayak kunci mungkin terkena dampak oleh isu tersebut. Juga harus ada ringkasan kemana arah isu mungkin berkembang. Hal ini akan memberikan pada manajemen pandangan yang luas atas isu serta efeknya pada sejumlah area seperti penempatan posisi produk di pasar, kinerja keuangan, reputasi perusahaan serta prospektif bagi regulasi atau bahkan pengadilan. c. Merekomendasikan posisi organisasi terhadap isu Analisa dari langkah sebelumnya harus menyediakan database untuk mengembangkan suatu posisi yang direncanakan untuk menciptakan dukungan mayoritas terbesar dari para individu atau kelompok-kelompok yang terkena dampak. Database tersebut dibentuk berdasarkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan berikut: 1. Siapa yang terkena dampak? 2. Bagaimana kelompok atau para individu yang terkena dampak ini memandang isu tersebut? 3. Apa kemungkinan posisi dan kecenderungan sikap mereka? 4. Apa informasi/data yang dapat kita kumpulkan untuk mendukung kasus kita? d. Mengidentifikasikan kelompok dan pembentuk opini yang dapat memperbaiki posisi. Kelompok-kelompok dan para individu ini akan terlihat melalui pertanyaan berikut: 1.Siapa yang membuat keputusan atas isu tersebut? 2.Siapa yang mungkin mendukung posisi kita? 3.Siapa yang mungkin tidak akan mendukung posisi kita? 4.Siapa yang dapat menjadi target kita untuk membuat perubahan terbesar dalam memperbaiki posisi kita? Jika mungkin, riset harus dilaksanakan untuk memvalidasikan asumsi yang dibuat tentang kelompok-kelompok selama tahap analisa. Para pembentuk opini, diikuti oleh industri berpengaruh atau asosiasi karyawan, konsumen dan kelompok-kelompok berkepentingan serta media massa yang sudah mendapatkan informasi, dapat menjadi pendukung kuat dalam berurusan dengan khalayak yang bervariasi, serta kriteria untuk menyeleksi mereka termasuk: 1. Siapa yang dimintai nasehat/saran oleh anggota kelompok target kita atas isu tersebut? 2. Siapa yang akan dipercayai oleh komunitas (konsumen, pelanggan) dan masyarakat luas atas isu tersebut? 3. Siapa yang mempunyai kredibilitas paling baik untuk memperbaiki posisi kita terhadap isu tersebut? 4. Siapa yang mungkin terbuka terhadap posisi kita atas isu tersebut? e. Mengidentifikasi sikap yang dikehendaki. Hal ini merupakan poin yang sering gagal diperhatikan. Memperbaiki sikap khusus yang berhubungan dengan posisi perusahaan akan membawa perkembangan pada sisa proses perencanaan, yakni: strategi komunikasi dan pemasaran, tujuan, target, pesan, taktik, alokasi sumber daya serta anggaran. Akhirnya, evaluasi kemajuan harus dimasukkan ke dalam rencana untuk menjamin bahwa target-target kunci dipenuhi, arah isu tergambarkan serta penyesuaian-penyesuaian dibuat jika memungkinkan. Lebih baik lagi bila PR dapat me-registrasi atau mengelompokkan berbagai isu dalam sebuah flow atau alur yang merepresentasikan category isu, kemungkinan terjadinya, kemungkinan impactnya, stakeholders dan action.  

KOMUNIKASI ISU 
         Seiring dengan terbukanya saluran kebebasan berekspresi masyarakat di era informasi; perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang menjadikan masyarakat semakin terdidik dan kritis dalam melihat dan menilai isu atau peristiwa. Oleh karena itu sensitif terhadap isu dan melakukan antisipasi perubahan yang bisa membawa konsekuensi bagi organisasi kiranya perlu dilakukan oleh pihak manajemen yang ingin memenangkan pasar atau menjalankan aktivitas organisasi dengan lingkungan yang dinamis. Pihak manajemen yang menerapkan strategi komunikasi yang baik sebagai bagian dari proses manajemen isu bisa menjadikan isu sebagai titik balik yang justru memperkuat reputasi perusahaan atau organisasi. Praktisi public relations memiliki peran penting untuk membentuk strategi komunikasi yang cemerlang dengan mempertimbangkan tiga faktor utama yaitu : pengetahuan komunikator, pengharapan bersama dan kultur partisipatif. Kemampuan teknis yang dipadukan dengan kemampuan manajerial yang dalam sebuah perencanaan stratejik penanganan isu akan menjadi nilai tambah organisasi. David. M. Dozier, dkk (1995) menjelaskan tiga faktor tersebut sebagai faktor pembentuk Communication Ecellence, pada bagan sebagai berikut : Ada beberapa aktivitas manajemen komunikasi yang perlu dikembangkan dalam tim manajemen isu di organisasi, yakni : 1. Pemantauan lingkungan untuk mengidentifikasikan isu 2. Riset untuk mengembangkan analisa dari isu potensial 3. Memberikan advice atas isu kepada koalisi dominan 4. Perencanaan stratejik terhadap isu atau perubahan 5. Mengelola komunikasi program aksi sebagai respon atas isu Kelima hal tersebut akan menghasilkan kualitas kebijakan yang tertuang dalam perencanaan stratejik manajemen isu. Pesan komunikasi dirancang untuk tiap target pubik agar dapat dipastikan publik mendukung pencapaian sasaran dan objectives program yang sesuai dengan kepentingan publik. James Gruning (1992) mengidentifikasi teologi objectives pesan komunikasi sebagai berikut : 1. Message exposure, menyiapkan materi komunikasi untuk media massa dan menyebarkan pesan lain melalui beragam media yang dikelola seperti press release dan social media. 2. Accurate dissemination of The Message, berdasarkan kenyataan publik mengetahui pesan dan menerima sebagian atau seluruh pesan 3. Acceptance of The Message, berdasarkan kenyataan publik tidak hanya menerima tapi mempercayai validitas pesan 4. Attitude change, meyakinkan publik hingga mereka juga berkomitment verbal terhadap pesan 5. Change in overt behavior, pesan bukan hanya dapat diterima dan dipahami publik tetapi mereka sudah pada tingkat merubah perilakunya. 

KOMUNIKASI KRISIS 
              Krisis bisa dibilang ibarat sebuah petaka atau bencana yang dapat muncul secara alami ataupun juga dari sebuah hasil kesalahan, intervensi bahkan nihat jahat manusia. Krisis juga dapat berupa kehancuran yang “nyata dan tidak nyata”. Bagi organisasi atau perusahaan peristiwa hilangnya kredibilitas dan rusaknya reputasi adalah sebuah krisis. Akibat dari peristiwa ini dapat disebabkan mungkin hasil dari respon manajemen atas kehancuran nyata bahkan mungkin dari kesalahan manusia (human error). Ketika krisis itu memiliki dampak keuangan atau financial risk yang cukup besar maka akan mempengaruhi banyak konstituen atau stakeholders didalam lebih satu area bisnis. Pada pembahasan komunikasi krisis, sebelum kita memulai untuk merencanakan komunikasi dalam suatu krisis, perlu dipahami ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam berbagai kondisi krisis, yakni : 1. Identify your crisis Sebuah kasus yang pernah terjadi pada awal bulan oktober 1982 oleh Jhonson & jhonson’s, dimana terjadi penarikan kapsul tylenol J&J karena peristiwa meninggalnya tujuh orang setelah mengonsumsi kapsul tersebut yang dilapisi sianida. Sontak setelah beberapa hari laporan peristiwa itu, J&J yang menguasai hampir 40 persen pasar (untuk obat pereda sakit) langsung mengalami penurunan penjualan hampir 90 persen6’. Dari peristiwa ini banyak pakar komunikasi krisis, pemasaran dan psikologi menduga bahwa respon cepat dan penuh kepedulian dari perusahaan tersebut menjadi sebuah kemenangan bagi perusahaan. Lantas apa yang telah mereka lakukan? Pertama, Jhonson & jhonson’s tidak hanya berekasi terhadap apa yang sedang terjadi. Mereka juga menerima serangan isu itu dan menarik produk yang berpotensi mematikan itu. Kedua, mereka memanfaatkan niat baik yang telah mereka bangun selama bertahun-tahun dengan stakeholders, mulai dari dokter dan media untuk menyelamatkan merek tersebut. Ketiga, perusahaan bereaksi dengan cara yang lebih memperlihatkan rasa kepedulian dan manusiawi daripada sekedar melihat insiden tersebut dari perspektif hukum dan keuangan. Perusahaan menggerakkan ribuan karyawannya untuk melakukan kunjungan secara personal ke rumah sakit dan ke dokter serta apoteker di seluruh negeri yang dilakukan lebih dari satu juta kunjungan agar dapat mengembalikan kepercayaan terhadap merek dari perusahaan mereka. Dari insiden yang diceritakan diatas, sebagai communication practitioners atau praktisi komunikasi korporat dapat ditarik hal penting ialah diperlukan sebuah aturan main atau “a role to play” untuk bekerja yang benar dalam kondisi krisis. Praktisi komunikasi harus melakukan identifikasi berbagai kemungkinan krisis dan mengembangkan planing kontigensi dalam krisis. Timothy Coombs mendefinisikan kondisi krisis dalam dua dimensi, yaitu : internal-external dan intentional-unintentional. Maksudnya “Internal-external” adalah ketika krisis dihasilkan dari sesuatu yang telah dihasilkan oleh organisasi itu sendiri atau juga bisa disebabkan oleh seseorang atau kelompok yang berada diluar organisasi. Sedangkan “intentional-unintentional” adalah suatu dimensi yang berhubungan dengan pengontrolan dari penyebab krisis terjadi. Pada titik intentional, krisis terjadi dengan “disengaja” dari beberapa aktor ; dan unintentional adalah pada saat krisis terjadi “tidak disengaja” dari beberapa aktor. Keempat hal yang disebutkan Timothy Coombs menghasilkan empat type mutual exclusive crisis,7’ pada ilustrasi sebagai berikut : 2. Anticipating and preparation for your crisis Beberapa industri lebih rentan terhadap krisis daripada yang lain. Namun semua organisasi – publik, swasta dan nirlaba dapat beresiko jika krisis muncul. Heimstead mengatakan, “every organization should prepare a risk analysis for a potential crisis, event those crisis not directly affecting your company” 8’ Bagaimana organisasi mengetahui apakah mereka lebih cenderung mengalami krisis atau tidak? Salah satu cara bagus untuk mempersiapkan organisasi pada kondisi krisis ialah dengan memahami apa yang mungkin menjadi “end-game” atau dengan kata lain memahami krisis dari “warning time” dari sebuah krisis. Larry smith mengidentifikasikan hal ini kedalam empat dasar type crisis yaitu : 1. Perceptual crisis : krisis terjadi pada saat tidak disadari bahwa akan terjadi hal buruk, tetapi publik telah mempersepsikan telah terjadi sesuatu yang salah, maka bencana itu akan benar-benar terjadi pada organisasi 2. Bizzare crisis : krisis terjadi pada saat tidak dapat diperkirakan atas apa yang telah dilakukan. 3. Sudden crisis : Krisis terjadi secara mendadak, tanpa peringatan (gejala), berdampak pada perusahaan 4. Smoldering crisis : Krisis serius yang terjadi dalam perusahaan, sebenarnya dapat teridentifikasi sejak awal dapat terjadi karena: 1. Masalah internal 2. Indikasi tindakan hukum yang merugikan perusahaan 3. Masalah pelanggaran karena buruknya perencanaan Selanjutnya apakah yang dilakukan PR dalam Menangani Krisis, yakni: 1. Melakukan Pendalaman Data dan Fakta sebelum krisis terjadi melalui riset mendalam mengenai isu yang berkembang 2. Menyiapkan Paket Informasi (Information Sheets) standar yang akan diberikan oleh PR kepada semua stakeholder termasuk pola pendekatan yang dilakukan untuk menyalurkan informasi tersebut seperti media relations, government relations, dsb 3. Membuat batasan isu dan dampaknya dengan menganalisis dampak yang mungkin timbul di masyarakat . Selanjutnya mengembangkan informasi secara efektif dan efisien agar jangan sampai publik kesulitan menangkap pesan yang kita sampaikan 4. Siapkan Tim Crisis Centre 5. Menunjuk Unofficial Spoke Persons Crisis Center, sebaiknya tak hanya melibatkan internal perusahaan tetapi juga pihak lain yang direkrut untuk menyelesaikan krisis. Biasanya sebagai expertise judgement, opinion leader statemen dsb. 3. Building a plan for your crisis Krisis pasti akan terjadi cepat atau lambat bahkan secara tiba-tiba dan diluar sengaja. Selaku PR officer jika tidak dipersiapkan planing atau rencana dalam menghadapi krisis maka malapetaka akan membahayakan organisasi bahkan semua pihak disekitarnya. Jason Mudd, APR dalam ebooknya (sumber: www.axiapr.com) berjudul managing public relatin in a crisis memaparkan sepuluh langkah prencanaan menghadapi krisis, yakni : 1. Identify Your Crisis Communications Team 2. Identify Spokespersons 3. Spokesperson Training 4. Establish Communications Protocols 5. Identify and Know Your Audiences 6. Anticipate Crises 7. Plan to Assess the Situation 8. Identify Key Messages 9. Plan Communications Methods 10. Ride Out the Storm 4. How to communicate during your crisis Kunci utama dalam membuat pesan ialah jangan pernah membiarkan krisis mengalami perubahan bahkan lari dari kenyataan. Setiap organisasi haruslah dapat bersiap-siap untuk memprediksi krisis. Pelatihan menghadapi prisis terus menerus perlu dilakukan agar mampu merespon krisis dengan benar. Beberapa hal yang mesti diperhatikan saat merespon krisis yang sifatnya tidak dapat diduga kapan terjadinya, antara lain : 
1. Dont Panic never say “no coment” 
2. Gather internal stakeholders to develope a respon plan and key message ; call a group of key (example: product recall) 
3. When responding to question from the public or the media, be sure that you are responding to your question only. 
4. Never speculate, if don’t know for sure and detail question. Offer to find the answer to aprroriate spokesperson. 
5. Control the message, That information not at all public should be share. Just share on a “need to know” basis only. 
6. If inaccurate or misleading information is reported by the media, dont automatically move to correct that information. Just tell “your side´of the story. 
7. Tell it all, tell it now, don’t let stories drag on. May be best if you share information early and completely. 

DAFTAR PUSTAKA 
 Buku referensi 
 1’ CARREL, L. F. (2004) Leadership in Krisen. Ein Handbuch für die Praxis, Bern, p. 23 
2’ Christine Arena (2008) The High Purpose Company. Pt. Gramedia Pustaka Utama 
3’ Joep Cornelissen, (2011) Corporate Communication.Third edition.SAGE publication,India 
4’ Harvard business literacy (2006) The essential of Corporate communications and public relations., Harvard business school press 
5’ Paula A. Argenti,(2010) Corporate Communication.Edisi 5.Salemba Humanika,Jakarta. 

Jurnal dan artike onlinel acuan 
 Jurnal of Federal Office of Civil Protection and Disaster Assistance (BBK) (2011), Guideline for Strategic Crisis Management Exercises. Provinzialstraße 93, 53127 Bonn. Jason Mudd, APR dalam ebooknya (sumber: www.axiapr.com) berjudul managing public relatin in a crisis http://www.susannemadsen.co.uk/uploads/6/3/2/3/6323088/risk_issue_management.pdf http://rachmatkriyantono.lecture.ub.ac.id/files/2014/03/MATERI-1-ISSUE.pdf http://www.susannemadsen.co.uk/uploads/6/3/2/3/6323088/risk_issue_management.pdf

You Might Also Like

4 komentar

  1. Gak dikasih contoh dr respon terhadap isu kebijakan publik (bucholz).. harusnya di kasih contohnya..

    BalasHapus
  2. Gak dikasih contoh dr respon terhadap isu kebijakan publik (bucholz).. harusnya di kasih contohnya..

    BalasHapus
  3. Gak dikasih contoh dr respon terhadap isu kebijakan publik (bucholz).. harusnya di kasih contohnya..

    BalasHapus
  4. Gak dikasih contoh dr respon terhadap isu kebijakan publik (bucholz).. harusnya di kasih contohnya..

    BalasHapus

Mohon bila ingin di copy. beri koment ke saya..terima kasih..!!! Butuh Informasi bisa isi formulis Kontak (mohon isi email asli agar saya bisa membalas segera) Terima Kasih

Popular Posts

Formulir Kontak