26 Mei 2016 saya
kedatangan keluarga dari Jakarta. Pada saat silaturahmi terjadi pembicaraan
mengenai aplikasi mobile. Pada saat itu beliau cerita bahwa ada yang menarik
dari cerita di balik kisruh taksi online di Jakarta terhadap kebiasaan baru
pembantunya sekarang:
D (nama inisial
keluarga) : Nah itu lho gue kan gak pernah pake aplikasi. Jadi pas gue mau ke
Bintaro Plaza, kebetulan suami gue lg dinas dan mobil dibawa. Gue putusin mau coba
pake motor. Trus tiba-tiba pembantu dirumah bilang ke gue, “lho bu ngapain
pakai motor, pesan grab aja. Lebih murah bu!”. Nah trus pembantu gue bilang lagi
gini, “lebih murah pake aplikasi kalau mau kemana-mana bu, kan bisa barengan sm
teman jadi lebih murah. Inem (nama inisial pembantu) pernah naik taksi pake
aplikasi bareng ber tiga temen sama pembantunya bu L, bu N. Makanya bisa lebih
murah bu kan bisa patungan, yang mesen cukup satu orang.”
R (nama saya) : hahahaha..heboh gt ya. Sebelumnya kalau
keluar rumah pembantunya naik apa? Kok bisa pakai aplikasi merasa lebih murah?
D (nama inisial
keluarga) : dulu ya biasa pake angkot. Sekarang setelah liat berita-berita
ribut taksi online jadi pada pake aplikasi. Sekarang malah pembantu gue kompakan
bareng temen-temen nya kalau mau keluar rumah ke pasar dll pake taksi online. Tapi
pas gue tanya kalau bayar sendiri gimana? Jawabnya “ya enggaklah bu, mending
pake angkot kl sendirian. ”
R (nama saya) : ya berarti itu kena jurus
marketingnya taksi online kan? Hahahahaha
D (nama inisial
keluarga) : iya deh. Soalnya taksi biasa yang pake argo aja pembantu gue udah
merasa berat bayarnya. Tapi sekarang karena penasaran dan coba-coba bareng
temenya jadi beralih. Nah gue kesalnya kalau pas gue suruh tiba-tiba keluar belanja
di Bintaro Plaza. Malah bilangya gini, “belanja bulanan, Inem tiap hari kamis
aja ya bu?” hahahahaaa. Sleketep.
R (nama saya) : trus kenapa gak naik motor atau
pesan gojek aja?
D (nama inisial
keluarga) : kalau motor ya enggak lah kan belanjaannya banyak. Gua sih selalu kasih
ongkos jalan buat pake taksi. Tapi gak taunya malah lebih milih pake angkot.
weewww
So, sebenarnya berita-berita kisruh taksi online
dijakarta, perusahaan taksi online sendiri semakin lebih diuntungkan karena
jadi marketing gratis. Mau itu aplikasi untuk taksi maupun ojek. Permasalahan
harga murah yang tertera di aplikasi bisa lebih mahal, silahkan dicoba
hitung-hitung kembali. Berikut daftar harga pengguna aplikasi taksi online dan
ojek online :
Tarif Go Ride :
Simulasi jarak 5 KM : dikenakan biaya Rp.7000, jika
lebih jaraknya perkalian tiap 5 KM. Tapi ada minimal pembayaran Rp. 12.000.
Jarak 9 KM ditarif Rp. 18.000, jarak 14 KM ditarif Rp. 28.000, Jarak 17 KM
ditarif Rp.34.000.
Tarif Grab :
Simulasi GrabTaxi harga dasar Rp.7500, namun per KM
ditambah Rp. 4.000. Tapi tetap dikenakan minumum pembayaran Rp.30.000. untuk
GrabCar biaya awal dikenakan mulai Rp.10.000, namun ada skema begini “fares may
increased beyond regular levels during periods of high demand” alias tarif bisa
meningkat lebih diatas harga dasar karena standard awal tidak sama dengan
standrad pada saat trafik pemesanan lagi tinggi. Bahkan banyak kejadian
pengguna saat memesan tidak di respon langsung oleh driver bahkan di cancel. Kemudian
ditelpon driver untuk memesan kembali saat trafik pemesanan sudah tinggi. Bisa dikenakan
biaya perjalanan perkalian Rp.30.000
Tarif Uber X
Tarif UberX di Jakarta. Lebih murah hanya Rp.3000
pertama dan Rp.3000 biaya permenit atau Rp.2001 per km. Biaya pembatalan
pemesanan dikenakan Rp.30.000. Biaya taksi lebih murah 30% dibanding taksi
biasa. (catatan tarif taksi online Uber berbeda beda untuk setiap kota)